Anda pasti mengenal Tokoh / Cerita Sherlock Holmes. Namun, Anda mungkin menganggap bahwa tokoh dan cerita nya adalah tokoh dan cerita fiktif.
Anda tidak sepenuhnya benar.
Anda perlu tahu bahwa Sir Arthur Conan Doyle, sang Pencipta Sherlock Holmes justru merupakan salah satu tokoh sejarah dalam disiplin ilmu Forensik.
Guru beliau adalah Dr. Joseph E. Bell, tokoh sejarah yang menginspirasi penggabungan medis dalam pengusutan kasus kejahatan. Beliau menggabungkan pola pikir deduksi, observasi karakter dan perilaku manusia, dengan dunia medis, termasuk operasi otopsi tubuh manusia yang cukup baru diperkenalkan di abad tersebut.
Murid tentunya amat dipengaruhi oleh Gurunya.
Namun, Sir Arthur Conan Doyle justru menggunakan medium novel untuk memperkenalkan penggabungan tersebut hingga popular menembus zaman.
Bila Anda perhatikan kedua tokoh dalam cerita Holmes, Anda bisa melihat bahwa Sherlock merepresentasikan “pola deduktif, crime mapping analysis, interview, hingga observasi dan analisis karakter & perilaku manusia”. Namun, justru melalui kolaborasinya dengan Dr. John Watson – lah, Sir Arthur memperkenalkan apa yang kini dikenal sebagai Crime Scene Analysis hingga Behavioral Event Analysis.
Sebagaimana Anda banyak saksikan di film2, sebetulnya bukan karena Polisi saat itu betul-betul tidak sehebat Duet mereka berdua. Namun, lebih kepada “Belum Dikenalnya disiplin keilmuan Crime Scene Analysis / Behavioral Event Analysis” ataupun Crime Scene Reconstruction / Olah TKP (Doyle, 1887).
Anda mungkin mengenal dunia forensik melalui film-film hollywood, seperti CSI, Criminal Mind, dstnya. Sebetulnya, ada banyak sekali jenis analisis forensik, mulai dari analisis Event / Indicent, Drug / Chemistry, Biologi seperti DNA, insiden kebakaran, pola kejahatan seperti Pola Insiden Tawuran, Pola Penembakan massal, Pola Demonstrasi, Pola Jejak Kaki, dstnya, digital evidence (cyber crime), fingerprint, hingga analisis Forensik Pemeriksaan Dokumen.
Nah, yang Anda saksikan di cerita Sherlock Holmes sebetulnya adalah upaya Sir Arthur Conan Doyle untuk menggabungkan berbagai jenis analisis forensik tersebut dengan logika, intuisi, pola pikir deduktif, analisis observasi perilaku manusia, kemampuan mengumpulkan data/info, serta merekonstruksinya kembali seakan ia sendiri adalah Pelaku Kejahatan itu sendiri.
“Merekonstruksi kejadian seperti Pelaku Kejahatan” itulah yang sebetulnya menjadi daya tarik dari kisah Sherlock Holmes. Dan daya tarik inilah yang sebetulnya menjadi dasar dari Corporate Investigation sepanjang zaman.
Ini yang saya rasa kurang menarik perhatian kita sebagai Corporate Investigator, baik itu Auditor, Fraud Investigator, Loss Investigator, Cybercrime Investigator, Forensic Gadget & Computer Crime Investigator, hingga S.O.P Business Implementer.
Kasus terungkap hanya karena data/info lengkap. Namun, seringkali kita terlalu kekurangan waktu dan semangat untuk memahami keseluruhan kejadian atau biasa disebut Crime Reconstruction.
Yes, Crime Reconstruction. Kita perlu memahami bahwa Crime Scene Reconstruction hanyalah salah satu dari jenis Crime Reconstruction. Mungkin karena lebih sering digunakan dalam kasus kriminal ataupun kecelakaan, Anda merasa hal tersebut bukanlah bidang Anda sebagai Auditor, Fraud Investigator, hingga S.O.P Business Implementer.
Ada banyak sekali manfaat merekonstruksi kejahatan. Salah satu manfaat utamanya justru adalah untuk pencegahan kejahatan yang sama, sejenisnya, ataupun yang terkait dengan kejahatan tersebut.
Pencegahan kejahatan ini membawa kita kepada pemahaman Security Risk Management termasuk SRA (Security Risk Assessment).
Sebetulnya, semua kejahatan pasti bermuara pada kebocoran keamanan (security) pada suatu business process ataupun pada suatu wilayah geografis tertentu.
Biasanya kita akan menggunakan analisis Triangle, yaitu sisi
1) sisi “Victim dan bagaimana penguasaannya terhadap dirinya sendiri selaku korban ataupun pada barang yang hilang-rusak” pada periode temporal, spatial, dan experiential interaction saat kejadian
2) sisi “Management spatial dan bagaimana penguasaannya terhadap area spatial dan interaksi di dalam area tersebut pada temporal periode kejadian”
3) sisi “Pelaku dan bagaimana penguasaannya pada Korban, Area spatial, Temporal Kejadian, dan Interaksi Kejadian”
Contohnya ketika terjadi viral video seks yang diduga dilakukan oknum karyawan swasta dan SPG-nya.
Setelah diselidiki, ternyata video tersebut berasal dari laptop karyawan yang hilang. Karyawan merupakan anggota team SPG. Diketahui Oknum ini turut serta di dalam praktek perekrutan SPG dengan cara illegal yaitu imbalan “tidur semalam”.
Maka, bila kita selidiki lebih dalam :
1) Sisi Korban. Ternyata, laptop-nya ditinggalkan di tempat duduk mobil bagian depan. Korban berperilaku demikian karena terburu-buru melakukan absensi pagi (terlambat ngantor), sehingga pintu mobil tidak tertutup rapat
2) Sisi Management Parkir. Ternyata, TKP adalah di spot parkir yang dekat dengan akses informal berupa celah masuk di antara pagar perusahaan. Spot tersebut biasanya ramai lalin karyawan dari samping. Jadi, seharusnya kejadian pencurian bisa ketahuan dengan cepat. Di waktu tersebut, rupanya pintu tersebut ditutup sementara seadanya. Penutupan tersebut biasa dilakukan apabila ada pemilik perusahaan datang. Petugas Security, di sisi lain, terfokus pada upaya pengamanan VVIP dan event kedatangan pemilik perusahaan.
3) Sisi Pelaku. Ternyata, Pelaku diketahui adalah seorang Penjual Cilok yang baru-baru ini saja berjualan di dekat spot tersebut. Saat itu, karena pintu ditutup, tidak banyak orang yang lalu lalang, penjual cilok ini “nganggur”. Dan ia melihat Korban dan pintu mobilnya yang tidak tertutup rapat.
Dan bila diteliti lebih dalam, ternyata kebocoran pengamanan juga memiliki andil dalam praktek perekrutan ilegal SPG seperti ini. Beberapa Security diduga mengetahui praktek ini karena ada beberapa SPG merupakan referensi mereka. SPG ini juga diminta uang komisi oleh oknum Security ini, atas sepengetahuan komplotan Pelaku Rekrutmen ini.
Kesimpulan analisis seperti demikian baru diketahui ketika Investigator berupaya merekonstruksi tiap kejadian. Interview serta pencarian data/info yang dilakukan pun semuanya bermuara pada upaya rekonstruksi kejadian kejahatan ini, baik pencurian laptop tempat asal video clip seks tersebut, hingga proses upload viral video seks ini.
Di sisi lain, Anda juga bisa bekerja sama dengan Security untuk mengembangkan Geospatial Crime Mapping khusus bagi Perusahaan Anda, termasuk bekerjasama dengan kepolisian.
Crime Mapping dengan Geospatial Technology ini hal yang masih langka di Indonesia, namun sudah lumrah di luar negeri. Anda bahkan bepergian ke suatu distrik bermodalkan crime index.
Contoh Crime Mapping :
Contoh lain : Jakarta di peringkat 92 dan Bali di peringkat 119
Crime Index Mid 2019
Dengan Crime Mapping ini, Anda bisa memetakan dan memitigasi berbagai jenis kejahatan di dalam radius terdekat dengan lokasi kantor pusat/cabang perusahaan.
Dan ke-depannya, sebetulnya dengan teknologi CCTV surveillance yang digabungkan dengan Database Face, Body dan Voice Recognition dan Analysis (microexpression, gestur analysis, gait analysis, dan voice analysis) serta Artificial Intelligence – Machine Learning, Anda bisa meng-cluster dan bahkan memprediksi kejahatan di masa depan.
China adalah negara yang jadi patokan Mass Surveillance dunia saat ini. Bukan karena jumlahnya yang fantasistis tetapi karena pengelolaannya sudah mencakup berbagai bidang kehidupan masyarakat, lepas dari kontroversi privacy-nya.
Banyak sekali yang bisa kita bahas ketika membicarakan rekonstruksi kejahatan.
Satu hal penting dari pembahasan ini adalah : di dalam konteks perusahaan, kita harus bisa menerapkan holistic approach terhadap suatu kejadian kejahatan, baik itu selaku Auditor, Fraud Investigator, Loss Investigator, hingga Security. Jangan bermata-kuda hanya peduli pada bidang sendiri-sendiri. Harus lintas-investigasi.
Contoh saja dari kasus di atas.
HRD / Auditor & Fraud Investigator harusnya sudah bisa mencurigai ketika mengaudit business process pengadaan SPG perusahaan. Terlebih lagi, seharusnya IT Investigator bisa mengetahui adanya konten cabul di dalam laptop kantor.
Itulah pelajaran penting dari Sir Arthur Conan Doyle dan Sherlock Holmes-John Watson nya. Mereka menginvestigasi lintas berbagai disiplin ilmu.
Saya melihat inilah saatnya Perusahaan membentuk “Corporate Sherlock Holmes” alias Corporate Investigator yaitu sebuah divisi yang mengumpulkan seluruh jenis investigator di dalam perusahaan, antara lain Security, Fraud Investigator, Loss Investigator, Cybercrime Investigator, Background Check – Investigator, hingga Surveillance dan Business Investigator.
Dengan dibentuknya Corporate Investigator ini, para Investigator bisa melakukan koordinasi investigasi lintas disiplin departemen dan Pemilik Perusahaan juga bisa memfokuskan upaya penguatan wewenang dan kompetensi individu ataupun pengadaan alat-alat investigasi profesional seperti Layered Voice Analysis (LVA). Group Konglomerasi Perusahaan, khususnya yang memiliki berbagai anak perusahaan, adalah jenis perusahaan yang amat perlu memiliki departemen khusus ini.
Nah, khusus bagi Anda, Sahabat Investigator, apapun bidang Anda, jangan menutup diri dengan disiplin investigasi dari bidang Anda sendiri.
Jadilah Sherlock Holmes pertama di perusahaan Anda.
Salam hangat,
Handoko Gani
Tinggalkan Balasan