Saya rasa artikel ini juga masih relevan dengan pilpres presiden Amerika Serikat antara Hillary Clinton dan Donald Trump, pilgub DKI Jakarta, pilgub Banten, dsbnya. Mudah2an pembahasan ini meningkatkan minat Bpk/Ibu belajar analisa mikro ekspresi (belajar analisa microexpression) atau malah belajar analisa deteksi kebohongan (lie detector).
—
Saya mendapatkan inspirasi ini setelah mendapatkan bahan untuk siaran di Pagi-Pagi Net TV. Bahan tersebut adalah postingan dari seseorang terkait Presiden Obama dan sejumlah janji/pernyataan di masa kampanye yang tidak sama lagi / tidak beliau laksanakan saat sudah terpilih sebagai presiden. Link tersebut adalah di: https://www.youtube.com/watch?v=x5Clj25QYZA
Di dalam youtube ini, ada banyak isu yang disorot Pembuat Video ini, antara lain isu perang irak, LGBT, penjara Guantanamo, dsbnya.
Dalam artikel ini, saya ingin membahas secara khusus sebuah akar topik yang menjadi perdebatan sepanjang masa.
Apakah seorang pemimpin (apapun jabatannya dan siapapun dia) didefinisikan BERBOHONG, apabila ia tidak merealisasikan janji-janjinya selama kampanye pemilihan ?
Bolehkah Jokowi berbohong, sewaktu menjabat Gubernur DKI atau saat sekarang sebagai Presiden ?
Bolehkah Hillary Clinton berbohong tentang perang Irak ?
Bolehkah Donald Trump berbohong tentang pajak nya ?
Bolehkah Anies berbohong tentang alasannya dipecat sebagai mentri pendidikan ? Atau sebaliknya, bolehkah Jokowi berbohong tentang alasan memecat Anies sebagai mentri pendidikan ?
Bolehkah SBY berbohong tentang alasan Agus diminta nyagub ?
Bolehkah Agus berbohong tentang alasannya nyagub ?
Bolehkah pemimpin berbohong ?
——
Mari kita samakan terlebih dahulu definisi BOHONG itu sendiri.
Secara ilmu psikologi, bukan definisi saya,
BOHONG adalah aksi yang dilakukan seseorang dengan sengaja, secara sadar, tanpa pemberitahuan/kesepakatan sebelumnya, dengan tujuan mengelabui orang lain dan menguntungkan dirinya sendiri / kelompoknya.
JANJI adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk beraksi (berbuat) sesuatu. Dalam bahasa Inggris, PROMISE atau JANJI adalah sebuah pernyataan atau penjaminan bahwa seseorang akan melakukan aksi tertentu atau sesuatu akan terwujud oleh si Pemberi Janji (a declaration or assurance that one will do a particular thing or that a particular thing will happen)
Bila kita menggabungkan kedua definisi tersebut, seperti apakah definisi JANJI yang BOHONG ?
JANJI yang BOHONG adalah sebuah pernyataan atau penjaminan yang memang secara sengaja, secara sadar, dibuat dengan tujuan mengelabui orang lain dan menguntungkan dirinya sendiri / kelompoknya.
Apakah definisi JANJI yang JUJUR ?
JANJI yang JUJUR adalah sebuah pernyataan atau penjaminan yang memang secara sengaja, secara sadar, dibuat dengan tekad dan niat sungguh-sungguh ingin diwujudkan, untuk menguntungkan orang lain / kelompok yang dijanjikan.
Bagaimana dengan definisi PELANGGARAN JANJI YANG JUJUR ?
PELANGGARAN JANJI yang JUJUR adalah pelanggaran atas sebuah pernyataan atau penjaminan yang memang secara sengaja, secara sadar dinyatakan setelah seseorang belum berhasil atau sama sekali tidak berhasil mewujudkan janjinya tersebut, sekalipun sudah bekerja keras, karena berbagai faktor.
PELANGGARAN JANJI yang BOHONG adalah pelanggaran atas sebuah pernyataan atau penjaminan yang memang secara sengaja, secara sadar dinyatakan padahal seseorang belum berusaha sekeras-kerasnya semampunya atau sama sekali tidak melakukan apapun, dimana bisa juga terjadi karena orang tersebut memang tidak pernah berniat mengusahakan apa yang ia janjikan.
Apakah pelanggaran janji yang berulang kali terjadi = BOHONG ?
Kembali lagi kepada definisi di atas.
Sekalipun berulang kali terjadi pelanggaran janji, asal seseorang telah berusaha keras mewujudkannya (namun belum atau tidak berhasil), maka orang tersebut tidak dinyatakan BOHONG.
Dan sekali lagi, saya juga menekankan bahwa pelanggaran janji tetap terlabel di kasus tersebut. Namun, pelanggaran janji tersebut di atas tidak bisa dikategorikan BOHONG.
Mari kita langsung terapkan di dalam konteks.
Di dalam konteks pergaulan sosial misalnya, apakah seseorang yang sudah berusaha keras mewujudkan janji berolahraga (namun belum bisa memenuhi janji karena alasan pekerjaan ataupun keluarga) bisa didefinisikan sebagai BOHONG ?
Jawabannya: TIDAK. Orang ini melanggar janji secara jujur.
Di dalam konteks penagihan kartu kredit misalnya, apakah seseorang nasabah kredit macet yang sudah berusaha keras (namun belum bisa memenuhi pembayaran) bisa didefinisikan sebagai BOHONG ?
Jawabannya: TIDAK. Nasabah tersebut melanggar janji secara jujur.
Di dalam konteks pemilihan seorang ketua senat, misalnya, apakah seorang ketua senat yang sudah berusaha keras mewujudkan “green campus” (namun belum bisa / tidak berhasil mewujudkannya) bisa didefinisikan sebagai BOHONG ?
Di dalam konteks politik, soal banjir, apakah bisa didefinisikan BOHONG apabila seorang gubernur belum / tidak berhasil mewujudkan janjinya selama kampanye tentang banjir ? Apakah bisa didefinisikan BOHONG apabila terjadi areanya tetap dilanda banjir, padahal ia menyatakan areanya tidak akan kena banjir ?
Jawabannya: TIDAK. Beliau melanggar janji kampanye dengan jujur, apabila sang gubernur telah berusaha keras, tetapi belum / tidak berhasil mewujudkannya hingga saat ini. Beliau juga tidak berbohong dalam kaitannya dengan statement: tidak bakal banjir, apabila memang pernyataannya telah didasari oleh laporan ABCD secara keahlian ilmu team kerja yang diterimanya. Siapa sangka, terjadi hujan dengan curah hujan di atas rata-rata, yang tidak diprediksi oleh BMG dan lembaga terkait lainnya, atau ternyata di luar dugaan terjadi kebocoran di rumah pinggiran kali, bendungan bocor, atau hal-hal di luar asumsi kondisi situasi dalam laporan tersebut.
Saya berharap Anda semakin paham makna dari kebohongan atau pelanggaran janji yang bohong sesungguhnya. Saya tidak setuju bila dikatakan bahwa mendeteksi pelanggaran janji yang bohong termasuk hal yang mustahil dilakukan. Memang sulit dilakukan, namun bukan mustahil dilakukan.
Saat janji dibuat, kita bisa mengetahui sejumlah alasan dan asumsi yang mendasari munculnya janji tersebut, dan kita bisa mengukur kompetensi dari si Pemberi Janji. Kita sudah bisa tahu apakah janji ini janji BOHONG atau janji JUJUR. Saat sudah menjabat, kita juga bisa mengujinya.
Contoh paling bagus dalam video Obama di atas adalah terkait penjara Guantanamo. Presiden sudah mengeluarkan surat perintah penutupan penjara tak lama sesudah ia menjabat. Dalam semua wawancara terkait penjara ini, beliau selalu konsisten menyatakan bahwa penjara ini harus ditutup. Dan beliau terus mencobanya selama bertahun-tahun. Hingga beberapa bulan terakhir ini, akhirnya secara resmi dinyatakan bahwa penjara ini tidak jadi ditutup karena alasan tertentu. Alasan ini terkait dengan kondisi situasi eksternal dunia dan trend terorisme yang sedang terjadi di banyak negara.
Contoh terbagus kedua adalah video Obama di awal youtube tersebut tentang keterlibatan Amerika dalam perang Irak. Secara verbal, beliau dengan jelas menyatakan bahwa bukan hanya dirinya yang mengambil keputusan tersebut. Secara nonverbal, khususnya ekspresi wajah, Anda juga menemukan emosi marah dalam micro expression (ekspresi wajah mikro) di antara menit detik 01:04-05. Begitu juga ekspresi gestur tangannya ketika menyatakan “bukan hanya dirinya”.
Kedua contoh ini sekaligus mengukuhkan bahwa belum berhasilnya atau tidak berhasilnya seorang pemimpin, baik Camat, Lurah, Walikota, Gubernur bahkan Presiden, belum tentu berarti pemimpin ybs BERBOHONG. Pemimpin tersebut sudah berjuang keras, tetapi pengambil keputusan bukan hanya dirinya. Di Amerika, ada kubu Demokrat Liberal dan sebagainya, ada pihak militer, dan ada senat juga. Di Indonesia, ada ormas, ada parpol, ada mentri, ada militer, ada DPRD, DPR, dan MPR juga. Belum lagi, ada pengaruh kondisi situasi di sejumlah negara.
Hal ini perlu kita sadari saat melabel seseorang melanggar janji secara BOHONG, atau sebetulnya ia melanggar janji secara JUJUR. Ia telah berusaha keras, namun apa daya ada faktor internal eksternal ataupun takdir Tuhan YME yang belum atau tidak mengizinkannya mewujudkan janji-janjinya selama kampanye pemilihan atau janji-janjinya saat ia sudah menjabat.
Siapapun camat,lurah, bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden-nya yang kita nilai janji-janjinya, prinsip definisi ini tetap bisa dipergunakan, karena ini memang definisi secara ilmiah (ilmu psikologi) dan linguistik (kamus besar bahasa).
Bahkan, sekalipun Anda menggunakan parameter keagamaan,
Sang Tuhan YME juga menguji kejujuran hati, ketulusan niat, keseriusan tekad, bukan dari data berapa jumlah janji yang belum atau tidak terealisasi. Ditambah lagi, fakta bahwa semua janji tidak akan pernah terealisasi bila bukan atas izin dan kehendak diriNya. Tidak mungkin Beliau menilai kejujuran dari angka kuantitatif jumlah pelanggaran janji yang dilakukan seseorang.
Demikian artikel ini saya buat.
Hormat saya,
Handoko Gani
Pendeteksi Kebohongan
Human Lie Detector Indonesia
Website: www.handokogani.com
Twitter: LieDetectorID
Email: me@handokogani.com ; handoko_g@yahoo.com
- Team Ahli Kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, antara lain: kasus kopi beracun
- Narasumber Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan, mulai dari team HRD, Public Relation, Team Monitoring (Intel), Penyelidik, Penyidik, Penindakan hingga Jaksa Penuntut Umum, termasuk yang berlatar belakang polisi, jaksa, dan hakim.
- Narasumber berbagai perusahaan swasta
- Narasumber media, termasuk narasumber khusus Harian Kompas untuk analisa komunikasi verbal dan nonverbal dari Presiden Jokowi, dan Penulis Kolom di Kompas.com
- Penulis buku “Mendeteksi Kebohongan”
Tinggalkan Balasan