Janji versus Bohong

Saya akhirnya menuliskan ARTIKEL terkait BOHONG ini. Karena sekarang sudah banyak yang menggunakannya tanpa paham definisinya.

Ini pendahuluan sebelum saya mengulas di :

– Acara: Talkshow Debat Pilpres

– Waktu: 17 Januari Pukul 6 – selesai

– Stasiun: Indosiar

 

Apakah itu BOHONG ?

BOHONG dalam konteks komunikasi adalah membicarakan info-data-fakta yang tidak benar, baik itu sudah dikurang-kurangi ataupun sudah dibesar-besarkan, secara sadar dan sengaja, tanpa pemberitahuan dulu, untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok.

 

Apakah ada BOHONG PUTIH demi kebaikan ? Ditakut-takuti supaya jadi waspada, padahal hal itu tidak ada/tidak terjadi ? Definisi BOHONG selalu dibuat dari sisi KORBAN. Bukan dari sisi ORANG YANG BOHONG. Jadi, bagi KORBAN, bohong ya bohong. Semua tidak baik baginya.

 

Apakah GENERALISASI = Bohong ?

GENERALISASI = menyamaratakan info-data-fakta, baik meniadakan yang sebetulnya berbeda atau mengambil beberapa yang sama. Ketika dibuat secara sadar dan sengaja untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok, maka GENERALISASI= BOHONG.

 

Apakah JANJI MANIS = Bohong ?

Saat diucapkan, Janji mungkin bisa spesifik, terukur, realistis, dan bisa dipercaya. Mungkin juga TIDAK. Yang kita nilai dari semua janji, apapun itu, adalah REALISASI-nya. Janji yang belum terealisasi BELUM BISA DINILAI jujur / bohong.

 

Apakah INGKAR JANJI = Bohong ?

INGKAR JANJI secara sadar dan sengaja = Bohong, apabila:

a) Pembuat Janji hanya asal ngucap. Ia belum studi apakah bisa dilakukan/mustahil.

b) Bisa karena: Pembuat Janji tidak bekerja keras mewujudkannya. Santai saja. Bahkan tidak dikerjakan.

 

Janji yang sudah mati-matian diupayakan namun belum ter-realisasikan BELUM TENTU Bohong.

Adakah INGKAR JANJI yang tidak dilakukan secara sadar dan sengaja ? Ada. Banyak penyebabnya mulai dari kecelakaan atau kematian terjadi saat pengerjaaan hingga belum diridhoi Tuhan YME. Bahkan, janji yang terlihat GAMPANG terealisasi pun tidak boleh jumawa.

 

Janji yang pernah DIINGKARI secara sadar dan sengaja memang = BOHONG, tetapi ketika Pembuat Janji insyaf dan mulai berupaya mewujudkan janjinya, maka kita tidak boleh lagi menyematkan label : BOHONG padanya. Analisis Jujur Bohong itu Kontekstual. Konteks sudah berbeda. Berikan ia kesempatan. Dan kalau ia mengingkarinya lagi secara sadar dan sengaja, maka kebohongannya adalah pada KESEMPATAN KEDUA ini. Bukan kesempatan pertama dulu.

 

Bila perwujudan janji SADAR & SENGAJA DITUNDA karena ada prioritas lain, maka betul ia termasuk dalam kategori BOHONG, khususnya bila TANPA DIBERITAHUKAN kepada Subyek Penerima Janji yang tidak tahu adanya prioritasasi / penundaan janji.

 

Bila sudah berupaya keras diwujudkan, Janji yang tidak tercapai 100% BUKAN BERARTI Bohong, akan tetapi: TIDAK MENCAPAI TARGET. Hal itu adalah 2 hal yang berbeda. Bukankah ada faktor rezeki, ridho Tuhan YME, nasib dsbnya ?

 

BELUM ADA TOLAK UKUR UNIVERSAL tentang tipe orang yang pasti menepati janjinya & yang akan mengingkari janjinya. Jadi, fisik seseorang, lantang atau lemah lembutnya ucapan seseorang, berapi-api ataupun santainya pidato pengucapan janji BUKAN Tolak Ukur pasti menepati janji.

 

Penilai JUJUR / BOHONGnya sebuah Janji yang terutama adalah SUBYEK PENERIMA JANJI. Penilaian Partner-Partner dari sang Pemberi Janji TIDAK RELEVAN, karena bukan mereka yang menjadi Subyek Penerima Janji.

 

Ada Bohong yang dilegitimasi atau diperbolehkan. Namun, tetap diakui sebagai Kebohongan.

Misalnya dalam konteks NEGARA atau perang. Ketika Panglima ditanya ttg jumlah kekuatan perangnya, tentu boleh bohong. Ketika dalam perang, Panglima ditanya strateginya, juga sama.

 

Kita tidak boleh menyematkan kata PEMBOHONG kepada seseorang karena hingga detik ini, BELUM ADA satupun mesin ataupun satu riset yang bisa menyatakan seseorang LEBIH BANYAK BOHONG dibandingkan orang lainnya. Yang bisa menghitung jumlah kebohongan hanya Tuhan YME.

 

Analisis Perilaku hanya HIPOTESIS saja : apakah seseorang memiliki pemikiran/pendapat berbeda dari apa yang dia ucapkan secara lisan/tulisan, karena ada ketidakspontanan, ketidakselarasan, dan ketidakkonsistenan. Baru jadi KESIMPULAN, bila sudah terverifikasi via Interview.

 

Analisis Wajah yang digunakan untuk memahami karakter seseorang BUKAN ILMU EKSPRESI WAJAH. Itu adalah FISIOGONOMI atau SENI BACA RAUT WAJAH yang telah beratus-ratus tahun digunakan di berbagai negara.

 

Analisis Wajah yang digunakan untuk memahami Gaya Kepemimpinan seseorang juga BUKAN ILMU EKSPRESI WAJAH. Itu juga FISIOGONOMI atau SENI BACA RAUT WAJAH. Begitu juga dengan Analisis GESTURE. Analisis GESTURE yang dipergunakan untuk memahami karakter seseorang atau gaya kepemimpinannya BUKAN ANALISIS JUJUR BOHONG. Itu adalah SENI BACA GESTUR yang digunakan secara spesifik oleh berbagai profesi tertentu selama beratus2 tahun.

 

Analisis SUARA sebaiknya dilakukan dengan CVSA atau #LVA #LayeredVoiceAnalysis karena

– memang kemampuan pendengaran manusia berbeda dan sangat rentan terpengaruhi oleh suara lain, tanpa kita sadari.

– Pemilik Suara memang bisa jadi belum siap atau sedang emosi tertentu. Tentunya orang yang sedang marah kepada Atasannya, bisa jadi terdengar marah saat Pasangannya menelpon.

 

Analisis Ekspresi MAKRO pada wajah dan gesture bisa dilihat oleh seseorang tanpa berlatih. Namun, analisis ekspresi MIKRO pada wajah dan gesture HARUS DILATIH. Jadi, harap dimaklumi oleh rekan-rekan yang belum mendalaminya.

 

Kita tidak bisa menganalisis Wajah, Gesture, dan Suara secara general. Misalnya, pada video ini si A jujur / bohong. Tetapi harus spesifik : di menit detik xxx, pada ucapan …. , terdapat perubahan BASELINES wajah-gestur-suara, sehingga saya berhipotesis Beliau ….

 

Bila Anda kuatir akan diBAYARnya sang Analis, maka: Seorang Analis Ekspresi atau #PendeteksiKebohongan yang berkompromi dengan analisisnya PASTI AKAN TERLIHAT dari generalisasi analisisnya, atau malah malpraktek hingga menyebutkan karakter , gaya kepemimpinan, dsbnya dari Subyek Analisis.

 

Analisis Perilaku juga TIDAK BISA menunjukkan APA YANG SEDANG DIPIKIRKAN oleh Pemilik Wajah/Gestur/Suara. Saat ini BELUM ADA mesin ataupun cara pasti untuk memahami pikiran manusia yang terdalam. Artinya, mungkin ada malpraktek bila seorang “ahli analisis” bisa melakukannya.

 

Tanpa pertanyaan dan gaya bertanya yang tepat, PERILAKU yang ingin dianalisis bisa jadi TIDAK TEPAT. Begitu pula bila tidak ada stimulus pernyataan/pertanyaan ataupun gaya nya yang memancing PERILAKU tersebut muncul.

 

Kiranya rekan-rekan media memahami perihal hal ini dan tidak terjebak menyebarluaskan prinsip ini agar bisa bekerja sama dengan Analis Perilaku antara lain: saya @LieDetectorID #pendeteksikebohongan #humanliedetector #liedetectorindonesia

 

Terimakasih bagi rekan-rekan sesama Investigator yang telah berkenan menyimak.

 

Sekiranya, berminat inhouse training, contact saya tersedia di profil Linkedin.

Kalo ada yang mau ikutan workshop publik saya, akan diselenggarakan tgl 18-19 Februari 2019, contact saya bila Anda berminat.

 

Jangan lupa !

Saksikan: ulasan saya dalam Talkshow Debat Pilpres Pertama

Tgl 17 Januari 2019, Pukul 6 malam ke atas, di stasiun TV Indosiar

 

Terimakasih banyak

Handoko Gani

Follow: Linkedin Handoko Gani , IG HandokoGani, Twitter @LieDetectorID, http://www.handokogani.com

 

 

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: