BOLEHKAH PRESIDEN BERBOHONG ?
Topik ini saya angkat karena saya terinspirasi artikel yang dikirimkan guru besar saya ketika membahas tentang 2 kandidat presiden Amerika Serikat: Hillary Clinton dan Donald Trump, yang saling dituduh/tertuduh sebagai capres yang suka berbohong.
Saya ingin bertanya kepada Anda. Presiden mana-kah yang Anda pilih ? Seorang Presiden yang tidak bisa berbohong atau seorang Presiden yang tidak akan berbohong ? (Selanjutnya, saya sebut Presiden = Pemimpin)
Saya ingin Anda merenungi penjabaran saya berikut ini.
Adakah orang yang lebih suka berbohong dari saya atau Anda ? Pasti. Tapi…darimana kita tahu ? Manusia sudah berbohong sejak usianya 2 tahun. Anda, Saya, sang Pemimpin terpilih ataupun Capres yang kalah sama-sama sudah berkali-kali melanggar janji juga selama kita hidup di dunia. Dan, di sisi lain, hingga hari ini, tidak ada 1 riset pun atau 1 alat apapun yang bisa menghitung jumlah kebohongan kita. Dalam kaitannya dengan politik, bisakah kita menyatakan Pemimpin X adalah seorang Pembohong ? Tidak bisa. Karena alasan yang sama seperti di atas. Lagipula, Anda dan Saya hanya tahu kontrak/janji politik yang dibuka kepada publik. Kita tidak tahu kontrak/janji politik di balik layar. Darimana Anda tahu Capres X atau Pemimpin X adalah orang yang lebih banyak berbohong daripada Capres Y atau mantan Pemimpin X ?
Bukankah perkataan tidak sama, tidak konsisten = Pembohong ? Contoh saja soal banjir. Mengklaim kepada publik bahwa tidak ada terjadi banjir, namun akhirnya terjadi banjir setelah hujan seharian = Pembohong ? Saya ingin tegaskan bahwa Anda perlu tahu lebih dalam tentang definisi bohong. Pernyataan tersebut masih bisa dikategorikan sebagai pernyataan yang kepede-an atau mungkin “sesumbar”, tetapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebohongan. Mengapa demikian ? Karena ketika menyatakan hal tersebut, sang Pemimpin sudah mendapatkan laporan ini itu yang mana memang berdasarkan standar keilmuan apapun, tidak akan terjadi banjir. Eh….namun, siapa sangka, terjadi hujan dengan curah hujan di atas rata-rata, yang tidak diprediksi oleh BMG dan lembaga terkait lainnya, atau ternyata di luar dugaan terjadi kebocoran di bendungan, atau hal-hal di luar perkiraan keilmiahan dalam laporan tersebut. Ini bukan bohong lho !!! Bohong itu contohnya adalah sudah tahu bahwa berdasarkan laporan ini itu, bisa terjadi banjir besar. Namun, demi melindungi reputasi diri, sang Gubernur menyatakan kepada media dan masyarakat bahwa tidak akan terjadi banjir bahkan genangan sekalipun.
Bukankah tidak menepati janji = Pembohong ? Bukankah bila sudah berkali-kali melanggar janji = Pembohong ? Wah, Anda salah lagi ! Dalam konteks politik, BOHONG adalah ketika seorang Kandidat Pemimpin mengumbar janji* politik kepada publik yang sebetulnya dia sendiri tahu bahwa dia tidak bisa laksanakan, dia sendiri enggan melaksanakan, atau yang dia tahu betul bahwa itu hanya janji kosong demi menarik masyarakat memilih dirinya. Bila sang Pemimpin ternyata belum/tidak berhasil mewujudkan janji politik yang ia buat dulu dengan alasan adanya penghalang-penghalang yang tidak terkalkulasi sebelumnya, atau ternyata ada prioritas mendadak, dsbnya yang membuat dirinya tidak memenuhi janji politik tersebut, aka secara definisi, sang Pemimpin terpilih ini tidak dikategorikan berbohong.
Adakah Kandidat Pemimpin atau Pemimpin terpilih yang tidak bisa berbohong ? Tidak ada. Hanya Sang Pencipta yang tidak bisa berbohong. Kalo ada yang klaim dirinya tidak bisa berbohong, dia sendiri sudah berbohong dengan pernyataannya ini.
Adakah Kandidat Pemimpin yang tidak akan berbohong bila terpilih ? Hm…tidak ada ! Hanya Sang Pencipta yang tidak pernah berbohong, tidak bisa berbohong, dan tentunya tidak akan berbohong di masa depan.
Lantas, bila tidak ada orang yang tidak bisa berbohong dan juga tidak ada orang yang tidak akan berbohong lagi di masa depan, Pemimpin seperti apakah yang harus kita pilih ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, satu pertanyaan penting yang ingin saya tanyakan: Bolehkah Pemimpin “berbohong” dalam konteks politik untuk kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia ?
Anda bingung ? Izinkan saya menjawabnya.
BOLEH ! Presiden Indonesia “boleh” berbohong, apabila taruhannya adalah negara, bangsa, dan rakyat Indonesia. Malah, ketika dalam kondisi genting, Presiden “diberikan wewenang” untuk menggunakan 2 tipe bohong berikut ini Concealment Lie dan Falsification Lie. Concealment Lie adalah kebohongan yang dilakukan dengan cara menyembunyikan info/data/fakta tertentu dan menonjolkan info/data/fakta lainnya untuk menguntungkan diri sendiri/kelompok. Falsification Lie adalah kebohongan yang dilakukan dengan cara memalsukan info/data/fakta tertentu.
Bagaimana dengan kebohongan dari Presiden Clinton terkait Monica Lewinski ? Beberapa kali sang Presiden menyangkal adanya interaksi sosial dengan Monica Lewinski, apalagi yang terkait dengan interaksi seksual. Jenis kebohongan ini memang termasuk dalam Concealment Lie, akan tetapi tujuannya bukanlah untuk kepentingan negara, bangsa dan rakyat Amerika. Tujuannya adalah untuk membela diri sendiri dari ancaman impeachment.
Hal yang sama juga berlaku bagi kebohongan yang dilakukan oleh Presiden Nixon terkait skandal Watergate. Kebohongan jenis ini tidak “diperbolehkan”. Sang Presiden melakukan kebohongan demi memuluskan kekuasaannya, mulai dari skandal uang dalam kampanye nyapres-nya hingga penyalahgunaan kekuasaan penegak hukum untuk menyingkirkan orang/kelompok penentangnya, termasuk juga mencegah terjadi investigasi terkait Watergate.
Contoh kebohongan pemimpin/presiden yang “diperbolehkan” antara lain ketika Jendral Eisenhower membohongi Nazi tentang lokasi pendaratan pasukannya, dimana kebohongan ini berbuah manis dengan kalahnya Nazi. Bayangkan bila Jendral Eisenhower berkata jujur pada Nazi, apakah bisa menang dari Nazi saat itu ? Apakah perang dunia bisa diakhiri ?
Tentu masih banyak kebohongan yang “diperbolehkan” lainnya, dimana bila pemimpin berkata jujur, justru akan membahayakan negara-nya, bangsa-nya dan rakyatnya. Mulai dari zaman penjajahan dulu, banyak pemimpin kita yang “membohongi” penjajah demi melindungi kepentingan rakyat Indonesia. Dan, tentu berlaku hingga hari ini.
Saya berharap Anda memahami makna kebohongan sekali lagi, dan kali ini sekaligus juga memahami bahwa seorang Presiden atau Pemimpin “diperbolehkan” berbohong ketika negara, bangsa, dan rakyat ini dalam pertaruhan. Justru, sang Presiden atau Pemimpin ini harus “dilatih” agar ia bisa menyampaikan kebohongan “legal” tersebut secara sedemikian rupa sehingga menyerupai BASELINES verbal dan nonverbal-nya dan lolos dari pengamatan pemimpin negara lain. Hal ini sangat penting karena hakikatnya kebanyakan pemimpin di dunia sangat tahu betul bahwa ada sekelompok orang dengan keahlian Human Lie Detector yang bisa mendeteksi kebohongan seseorang melalui 5 kanal tubuh: wajah, gestur, suara, kata-kata, dan gaya bicara.
Sekali lagi, saya juga sekalian meluruskan ya. Yang disebut Human Lie Detector haruslah menguasai teknik analisa verbal (suara, kata-kata dan gaya bicara), bukan hanya teknik analisa nonverbal (wajah dan gestur), karena pada hakikatnya gaya komunikasi manusia adalah secara nonverbal dan nonverbal. Tidak benar bila ada seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Pendeteksi Kebohongan tetapi hanya menguasai ilmu ekspresi wajah dan atau gestur saja. Apalagi, itu pun salah analisa.
Saya termasuk di dalam kelompok ini, dimana sejak Februari tahun lalu, saya berturut-turut telah mengulas analisa verbal dan nonverbal terhadap presiden kita, antara lain dalam interview dengan Kompas TV, pertemuan presiden dengan Pak Prabowo, semua press conference terkait kasus KPK-Polri atau BG-BW, liputan media ketika presiden mengadakan open house dengan kelompok rakyat tertentu termasuk para komedian, interview media terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus rekaman “papa minta saham” termasuk Presiden sendiri dalam press conference – nya, hingga terakhir saya menganalisa pak presiden dalam pidato kenegaraan: http://nasional.kompas.com/read/2016/08/25/14580781/pesan.dari.intonasi.suara.presiden. Sama seperti saya memberikan support kepada Polda, KPK ataupun BPK, saya juga bisa melatih kepekaan dan keahlian pak presiden agar bisa mendeteksi perubahan BASELINES verbal dan nonverbal presiden negara lain ketika bertemu bersama-sama dalam pertemuan negosiasi antar negara.
Akhir kata, bolehkah seorang presiden (ataupun pemimpin lainnya) berbohong ? “Boleh” bila negara, bangsa dan rakyatnya dirugikan bila jujur. “Tidak Boleh” bila kebohongan itu hanya dilakukan demi diri sendiri, partai-nya atau pendukung-nya.
Apakah hal ini mudah dilakukan ?
Tidak mudah.
namun, bisa dilakukan.
Silakan Anda membaca definisi BOHONG dari tautan saya ini: https://handokogani.com/2016/09/07/apakah-pemimpin-yang-banyak-melanggar-janji-adalah-pembohong/
Akhir kata, semoga Anda tercerahkan.
Artikel ini adalah versi lengkap dari artikel di http://nasional.kompas.com/read/2016/08/29/20580081/bolehkah.presiden.berbohong.
Hormat saya,
Handoko Gani
Website: www.handokogani.com
Twitter: @LieDetectorID
Email: me@handokogani.com ; handoko_g@yahoo.com
- Team Ahli Kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, antara lain: kasus kopi beracun
- Narasumber Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan, mulai dari team HRD, Public Relation, Team Monitoring (Intel), Penyelidik, Penyidik, Penindakan hingga Jaksa Penuntut Umum, termasuk yang berlatar belakang polisi, jaksa, dan hakim.
- Narasumber berbagai perusahaan swasta
- Narasumber media, termasuk narasumber khusus Harian Kompas untuk analisa komunikasi verbal dan nonverbal dari Presiden Jokowi, dan Penulis Kolom di Kompas.com
- Penulis buku “Mendeteksi Kebohongan” yang bisa dibeli di Gramedia* terdekat
- (P.S.: Buku habis di banyak Gramedia. Mohon japri ke me@handokogani.com atau handoko_g@yahoo.com untuk informasi lebih detail)
P.S.: Untuk seminar/training, baik online ataupun tatap muka, harap japri ke me@handokogani.com atau handoko_g@yahoo.com untuk informasi lebih detail)
Tinggalkan Balasan